Nasionalisme yang berkembang di Indonesia sekitar tahun 1900-an melahirkan banyak aliran – aliran politik yang menjadi sebuah pemikiran politik modern di Indonesia. Kemunculan nasionalisme di tengah – tengah rakyat Indonesia dipimpin oleh para kaum terpelajar, namunmasih berada dalam suatu kelompok kecil. Kepemimpinan yang berada pada sebuah kelompok kecil ini kemudian berkembang menjadi kelompok dimana ruang lingkupnya lebih luas dan lebih pesat dalam penyebaran pemikirannya, setelah Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945. Kemudian menurut Feith dan Castles (1988) dimana sekitar pada tahun 1950-an untuk pertama kalinya muncul suatu kelompok kaum cendekiawan yang tidak terikat dan bekerja di pinggir – pinggir arena politik. Ketidakterikatan ini justru membuat mereka sangat antusias terhadap politik di Indonesia. Bahkan, tidak sedikit dari mereka (kaum cendekiawan yang tidak terikat) yang menjadi sumber pemikiran politik pada masa ini.
Terdapat lima aliran pemikiran politik di Indonesia jika dilihat dari pembagian aliran pemikiran, yakni (1) nasionalisme radikal, (2) tradisionalisme jawa, (3) islma, (4) sosialisme demokratis, serta (5) komunisme (Feith dan Castles 1988, LIV). Menurut Ir. Soekarno (1964) terdapat tiga rumpun ideologi utama yang menaungi seluruh organisasi politik di Indonesia yaitu, nasionalisme, islam, dan marxisme. Klasifikasi pemikiran politik dalam tiga golongan tersebut dikoalisikan oleh partai – partai pro pemerintah yang disebut NASAKOM dibawah kepemimpinan demokrasi terpimpin. Namun pada saat pemilihan umum untuk pertama klainya di Indonesia yang diselenggarakan pada tahun 1955, terdapat empat partai besar yang menjulang tinggi di atas partai lainnya, yaitu PNI, partai reformis islam yaitu Masyumi, partai islam tradisional yaitu Nahdlatul Ulama, serta terakhir partai komunis yaitu PKI. Dimana keempat partai ideologis tersebut sangat menonjol dan telah mengakibatkan banyak orang berpikiran bahwa arena ideologi Indonesia terbagi ke dalam empat partai tersebut.
Berdasarkan pemikiran Feith, bahwa dengan pembagian empat partai menjadi pembagian arena politik Indonesia tidaklah lengkap sehingga ia lebih kepada lima pembagian peimikiran politik Indonesia. Karena menurutnya, dua dari empat partai yang telah disebutkan sebelumnya dipengaruhi oleh lebih dari satu aliran politik, contonya saja Nahdlatul ulama yang tidak memperkembangkan konsep – konsep yang berhubungan dengan politik modern sehingga para pemimpin partai ini cenderung mengandung aliran Masyumi. Akhirnya terdapat dua aliran lainnya yang juga penting, yaitu tradisionalisme jawa dan sosialisme demokratis, yang tidak secara khas terdapat di dalam salah satu keempat partai utama tersebut (Feith dan Castles 1988, LV). Aliran tradisionalisme jawa lebih dianggap sebagai pemikiran politik sendiri serta pemikiran yang kontroversi. Namun, ide – ide dari aliran tradisionalisme jawa ini jelas ada dan memiliki pengaruh yang besar. PKI adalah golongan komunis di Indonesia dimana mengambil konsep – konsep pemikiran barat. Kemudian PSI yang mewakili pemikiran sosialis demokratis di Indonesia sama moderennya dengan PKI yang mengambil pemikiran orang – orang barat, tetapi kurang mempengaruhi kalangan massa. Aliran nasionalisme radikal yang secara organisatoris diwakili oleh PNI, dimana partai tersebut menempati bagian terbesar dari wilayah tengah arena politik Indonesia. Konsep nasionalisme sebagai faktor persatuan yang dijunjung tinggi dan yang dapat mempersatukan rakyat telah dimiliki oleh kaum nasionalisme radikal semenjak tulisan Soekarno pada tahun 1926 mengenai “nasionalisme, islam, dan marxisme.
Pemikiran politik dalam periode ini bersifat moralis, bercirikan kecenderungan untuk melihat masyarakat sebagai tidak berbeda – beda, dan pemikiran ini bersifat optimis (Feith dan Castles 1988, LX). Dikatakan bersifat moralis, menunjukkan fakta banhwa kebanyakan pemikir politik cenderung berpendapat bahwa tidak ada aspek politik yang termasuk daerah netral. Selain itu, politik jarang dianggap sebagai suatu bidang di mana terdapat banyak paradoks dan ironi. Sebagai contoh gejala, bahwa politik yangbersifat otonom sering muncul sebelum manusia sempat mengembangkan suatu model budaya khas sebagai pegangan untuk memahami politik ini. Lalu pemikir politik Indonesia cenderung melihat masyarakatnya tidak terbagi dalam golongan yang memiliki kepentingan – kepentingannya sendiri. Namun hanya terdapat pembagian yang bersifat saling mengisi antara para pemimpin dengan rakyat. Terakhir mengenai pemikiran politik Indonesia yang cenderung bersifat optimis. Seperti salah satu bentuk optimis yang dilihat dari voluntarisme yang dianggap bahwa segala sesuatu akan tercapai jika dihadapi dngan pikiran yang jernih, mempunyai itikad baik, serta sadar akan adanya solidaritas persaudaraan. Anggapan – anggapan tersebut sering dituangkan ke dalam keyakinan bahwa masalah – masalah Indonesia akan terpecahkan dengan mudah.Indonesia
Kesimpulannya, pemikir politik Indonesia merupakan hasil kreativitas para pemikir itu sendiri dimana usaha mereka mempertahankan pemikiran dengan perspektif para pendahulu mereka. Kemudian aspek – aspek penting dari pemikiran politik Indonesia harus didekati melalui pendekatan sejarah, budaya, serta sosiologis kontemporer Indonesia.
5 Pemikiran Politik Indonesia Oleh Herbert Faith
Herbert Feith menyatakan bahwa berawal dua sumber utama pemikiran politik di Indoensia kemudian menghasilkan lima aliran politik. Kelima aliran politik itu antara lain:
1. Komunisme yang mengambil konsep-konsep langsung maupun tidak langsung dari Barat, walaupun mereka seringkali menggunakan ideom politik dan mendapat dukungan kuat dari kalangan abangan tradisional. Komunisme mengambil bentuk utama sebagai kekuatan politik dalm Partai Komunis Indonesia.
2. Sosialisme Demokrat yang juga mengambil inspirasi dari pemikiran barat. Aliran ini muncul dalam Partai Sosialis Indonesia.
3. Islam, yang terbagi menjadi dua varian: kelompok Islam Reformis (dalam bahasa Feith)- atau Modernis dalam istilah yang digunakan secara umum- yang berpusat pada Partai Masjumi, serta kelompok Islam konservatif –atau sering disebut tradisionalis- yang berpusat pada Nadhatul Ulama.
4. Nasionalisme Radikal, aliran yang muncul sebagai respon terhadap kolonialisme dan berpusat pada Partai nasionalis Indonesia (PNI).
5. Tradisionalisme Jawa, penganut tradisi-tradisi Jawa. Pemunculan aliran ini agak kontroversial karena aliran ini tidak muncul sebagai kekuatan politik formal yang kongkret, melainkan sangat mempengaruhi cara pandang aktor-aktor politik dalam Partai Indonesia Raya (PIR), kelompok-kelompok Teosufis (kebatinan) dan sangat berpengaruh dalam birokrasi pemerintahan (pamong Praja).
0 comments:
Post a Comment